Ketika Singa Kecil Menangis

Saat ini saya ada di pesawat menuju Surabaya dari Bogor kembali ke tempat saya menimba ilmu di kampus ITS Sukolilo. Kali kedua saya pulan...

Saat ini saya ada di pesawat menuju Surabaya dari Bogor kembali ke tempat saya menimba ilmu di kampus ITS Sukolilo. Kali kedua saya pulang ke rumah di Bogor untuk melepas rindu. Saya tuliskan judul "Singa kecil yang menangis" sebagai refleksi seorang yang egois nan keras kepala yang mulai menyadari betapa hidup harus dijalani dengan rasa lembut dan halus. Hidup tidaklah semudah membalikan telapak tangan, tapi bukan juga sesulit memindahkan bumi dari tempatnya. Hidup juga bukanlah sesuatu yang harus selalu ditanggapi dengan  pemikiran-pemikiran layaknya para filsuf, bukan juga harus selalu ditanggapi dengan rasa memelas layaknya tontonan sinetron sore hari. Hidup adalah sesuatu yang harus dihadapi dengan segala keseimbangannya. Kadang kita harus mengedepankan cara berpikir, kadang juga kita harus  memakai perasaan saat menghadapi masalah. Satu hal yang perlu dicamkan adalah tidak mungkin sesuatu masalah dapat dipecahkan dengan meniadakan salah satu faktor diatas. Di setiap masalah haruslah selalu memandang kedua faktor diatas, kadang kita harus mengedepankan pemikiran-pemikiran kita dan kadang kita harus memakai perasaan dalam hidup ini. Mungkin sekarang saya hanyalah seorang anak kecil berumur 16 tahun yang belum sepenuhnya mengerti harus seperti apa menjalani kehidupan. Satu hal yang saya pelajari dari orang tua saya adalah hidup bukanlah sesuatu yang harus dihadapi dengan rasa egoisme, bukan juga sesuatu yang harus dihadapi dengan rasa berlebihan di setiap saatnya. Keseimbangan antara kedua faktor tersebut mutlak diperlukan dalam hidup ini, agar InSyaa Allah kita bisa menjalani hidup ini dengan sesempurna mungkin.Saat ini saya ada di pesawat menuju Surabaya dari Bogor kembali ke tempat saya menimba ilmu di kampus ITS Sukolilo. Kali kedua saya pulang ke rumah di Bogor untuk melepas rindu. Saya tuliskan judul "Singa kecil yang menangis" sebagai refleksi seorang yang egois nan keras kepala yang mulai menyadari betapa hidup harus dijalani dengan rasa lembut dan halus. Hidup tidaklah semudah membalikan telapak tangan, tapi bukan juga sesulit memindahkan bumi dari tempatnya. Hidup juga bukanlah sesuatu yang harus selalu ditanggapi dengan  pemikiran-pemikiran layaknya para filsuf, bukan juga harus selalu ditanggapi dengan rasa memelas layaknya tontonan sinetron sore hari. Hidup adalah sesuatu yang harus dihadapi dengan segala keseimbangannya. Kadang kita harus mengedepankan cara berpikir, kadang juga kita harus  memakai perasaan saat menghadapi masalah. Satu hal yang perlu dicamkan adalah tidak mungkin sesuatu masalah dapat dipecahkan dengan meniadakan salah satu faktor diatas. Di setiap masalah haruslah selalu memandang kedua faktor diatas, kadang kita harus mengedepankan pemikiran-pemikiran kita dan kadang kita harus memakai perasaan dalam hidup ini. Mungkin sekarang saya hanyalah seorang anak kecil berumur 16 tahun yang belum sepenuhnya mengerti harus seperti apa menjalani kehidupan. Satu hal yang saya pelajari dari orang tua saya adalah hidup bukanlah sesuatu yang harus dihadapi dengan rasa egoisme, bukan juga sesuatu yang harus dihadapi dengan rasa berlebihan di setiap saatnya. Keseimbangan antara kedua faktor tersebut mutlak diperlukan dalam hidup ini, agar InSyaa Allah kita bisa menjalani hidup ini dengan sesempurna mungkin.

Haekal Akbar Kartasasmita
Senin, 10 November 2014

You Might Also Like

0 komentar