Kuantitas > Kualitas
17:05:00
Saya
menulis ini di perpustakaan ITS pukul 11:07. Ada beberapa hal menarik di ITS
khususnya atau mungkin di sistem pendidikan kita pada umumnya saat ini. Satu
kasus yang baru saja saya dapatkan beberapa minggu lalu dari dosen saya bahwa
sekarang Evaluasi Akhir Semester (EAS) hanya membahas bab-bab sisa setelah
pelaksanaan Evaluasi Tengah Semester (ETS). Berbeda dengan dahulu saat bahan
EAS juga mengambil materi yang pernah dipelajari di setengah semester awal.
Menurut dosen saya, mahasiswa sekarang semakin dipermudah untuk melaksanakan
EAS disbanding dengan mahasiswa-mahasiswa dulu yang bahan EASnya diambil dari
materi seluruh semester. Dosen saya menambahkan bahwa mahasiswa-mahasiswa lama
memiliki kualitas yang lebih dibanding dengan
mahasiwa-mahasiswa setelah sistem baru ini diterapkan. Walaupun secara Indeks
Prestasi (IP) mahasiswa dulu tidak setinggi mahasiswa sekarang. Tetapi untuk
masalah kualitas dosen saya masih “meninggikan” para mahasiswa ama. Ini membuat
saya bertanya-tanya mengapa sistem baru seperti ini diterapkan. Ada satu
jawaban singkat dari dosen saya ketika saya menanyakan hal ini.
“Biar
lebih banyak mahasiswa yang lulus.” Jawab dosen saya.
Dari
jawaban tersebut saya bisa sedikit memberi pendapat bahwa kini perguruan tinggi
lebih mengedepankan kuantitas mahasiswa yang lulus dibandingkan dengan
mahasiswa dengan kualitas yang tinggi. Satu dugaan saya bahwa
universitas-universitas kini ingin mengejar kuota sarjana-sarjana yang lulus agar
kita tidak tertinggal dari negara lain. Apalagi pada tahun 2014 ini Indonesia
sedang dicemaskan dengan yang namanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau yang
dalam bahasa inggrisnya disebut ASEAN Economic Community (AEC) pada akhir tahun
2015 nanti. Sebenarnya MEA/AEC sudah direncanakan akan dimulai pada awal tahun
2015, tetapi menurut penjelasan dari bagian International Office ITS, Indonesia
belum siap dan meminta kemunduran hingga akhir tahun 2015. Ini menunjukan betap
belum siapnya negara kita dalam event-event luar negeri yang berkaitan dengan kualitas manusianya.
Entah
apa strategi pendidikan kita mengenai sistem yang berbeda dengan sistem yang
sebelumnya. Saya disini sebagai penulis dan mahasiswa, baru bisa mengungkapkan
kejadian yang ada sembari berusaha berpikir apa jalan keluar yang lebih baik
untuk masalah ini. Bukanlah pemerintah atau praktisi pendidikan saja yang bertanggung
jawab berpikir dan mengurus masalah ini. Mari bersama kita bantu untuk mencari
jalan keluar masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa kita.
Haekal Akbar
Kartasasmita
Kamis, 13 November 2014
0 komentar