Yang Fana Adalah Waktu

Penulis        : Sapardi Djoko Damono Penerbit      : PT Gramedia Pustaka Utama Cetakan       : I, Maret 2018 Tebal           ...




Penulis       : Sapardi Djoko Damono
Penerbit     : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan      : I, Maret 2018
Tebal          : 146 halaman
ISBN          : 978-602-03-8305-7

Yang Fana Adalah Waktu adalah sekuel lanjutan dari Trilogi Hujan Bulan Juni, setelah buku pertama berjudul Hujan Bulan Juni, dan buku kedua dengan judul Pingkan Melipat Jarak. Tokoh-tokoh yang hadir dalam sekuel ketiga trilogi hujan bulan juni ini masih pada orang-orang yang sama yaitu Sarwono, Pingkan, dan Katsuo sebagai tokoh sentral, ditambah Noriko, calon istri Katsuo di Jepang, Bapak dan Ibu Hadi, orang tua Sarwono, Ibu Palenkahu, Ibu Katsuo, dan beberapa rekanan Sarwono di FIB UI turut hadir sebagai perantara kisah yang dibawa dalam novel ini.
Cerita dan konflik yang hadir dalam Yang Fana Adalah Waktu adalah tentang kelanjutan kisah cinta Sarwono dan Pingkan, paska kesembuhan Sarwono dari sakit yang dideritanya. Sarwono yang kembali ke rumahnya setelah dirawat cukup lama di Rumah Sakit harus menerima keadaan bahwa Pingkan kini tinggal di Jepang bersama Katsuo. Dalam  novel ini digambarkan betapa kegalauan Sarwono terhadap Pingkan yang sehari-hari bersama-sama Katsuo di Kyoto, Jepang. Walaupun begitu, tali komunikasi yang terjadi antar Sarwono dan Pingkan terjalin lewat surat elektronik. Dalam kondisi tersebut pun dikisahkan kegelisahan Bapak dan Ibu Hadi, juga Ibu Palenkahu atas kelanjutan hubungan anak-anaknya tersebut. Calon besan yang sedang memperjuangkan cinta anak-anaknya ini sengaja menyetting skenario agar keberadaan Sarwono-Pingkan dapat berlangsung hingga pelaminan.
Paska sembuh dari sakitnya, Sarwono yang dulu pernah berjanji pada Pingkan untuk menyusul ke Jepang akhirnya dapat menepati janjinya ketika penelitian yang dikerjakannya mendapat kesempatan untuk dipresentasikan di Kyoto. Tentu hal ini menjadi kabar baik bagi keduanya, karena pada saat yang sama pula Katsuo sedang mencoba mendekatkan dirinya kepada Pingkan agar cintanya dapat diterima oleh wanita keturunan Jawa-Menado tersebut. Pun ketika pada kenyataannya Katsuo telah dijodohkan oleh Ibunya bersama Noriko, yatim piatu yang bekerja di rumah Ibu Katsuo.
Dalam novel Yang Fana Adalah Waktu ini konflik terjadi ketika Sarwono yang berada jauh di Solo harus menahan rindunya kepada Pingkan yang sedang menempuh masa belajar di Kyoto. Pada saat yang bersama pula, Katsuo masih menaruh hati pada Pingkan dan berusaha untuk mendekatkan dirinya dalam hubungan yang membingungkan. Di satu sisi dia begitu mencintai Pingkan, namun di sisi lain dia menuruti keinginan ibunya untuk dijodohkan dengan Noriko. Pingkan sendiri dalam keadaan terdesak karena hampir setiap hari berdekatan dengan Katsuo, sedangkan dalam hatinya hanya Sarwono seorang, cinta pertamanya (juga terakhirnya).
Sama seperti novel-novel sebelumnya dalam trilogi hujan bulan juni, Yang Fana Adalah Waktu ini dihiasi dengan diksi-diksi indah dan penuansaan yang begitu mengena khas seorang maestro romantisme Sapardi. Sapardi berhasil menggambarkan Sarwono sebagai dirinya sendiri, seorang lelaki kelahiran tanah Jawa yang begitu puitis bahkan hingga bahasa sehari-harinya. Percakapan Sarwono dengan Pingkan senantiasa dihiasi diksi-diksi puitis, pun juga dengan arah pembicaraan mereka berdua yang sering kali ngalor-ngidul melintas dalam dunia puitis Sapardi. Uniknya jika pembaca adalah pengikut setia karya-karya Sapardi seperti kumpulan puisi Hujan Bulan Juni juga Melipat Jarak, kita dapat menemui kalimat-kalimat tertentu yang menghiasi bait-bait puisi populer Sapardi. Contoh saja seperti kalimat “tak ada yang lebih tabah, lebih bijak, dan lebih arif” yang tertulis dalam percakapan Sarwono-Pingkan ini identik dengan puisi populer Sapardi berjudul Hujan Bulan Juni. Satu lagi adalah kalimat “kumpulan awan yang tak menjadi hujan agar tidak menjadi tiada” identik dengan puisi populer Sapardi berjudul Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana.
Setelah menelan buku ini lalu ketika ada yang bertanya apakah Sapardi berhasil menghadirkan nuansa romantis dalam novel Yang Fana Adalah Waktu, serta merta akan dijawab Ya dengan tiga buah tanda seru di belakangnya. Sarwono-Pingkan, juga Katsuo berhasil membawa alur cerita romantis, sedih, galau, juga sedikit menegangkan (karena mereka-reka kelanjutannya) dengan pembawaan khas Sapardi. Kata-kata yang dapat dicerna masyarakat awam namun juga dapat ditinjau dari sisi kritis khas kritkus sastra. Buku ini berhasil memaksa pembacanya untuk meminta pada penulis. “Lanjutkan kisah Sarwono-Pingkan hingga keduanya masuk dalam liang kubur!”.

15 Juni 2018
Bandung


You Might Also Like

0 komentar