Terbuka dan Sama Rata Katamu?
05:48:00
“Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi
diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan
memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.”
Peraturan Kemendikbud RI Nomor 155/U/1998 Pasal 2
Dalam tatanan perguruan tinggi, mahasiswa menjadi
salah satu organ yang penting untuk keberlangsungan kegiatan dalam lingkup
perguruan tinggi tersebut. Dinamika yang terjadi dalam ruang lingkup kampus
sangat besar adanya peranan mahasiswa di dalamnya. Intelektualitas yang
dimiliki insan-insan terpilih ini menjadikan kampus sebagai Laboratorium
Kehidupan yang menjadikan segala kegiatan yang terjadi di dalamnya akan
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan masyarakat.
Bentuk pendewasaan dan pembentukan moral mutlak terjadi dalam proses
“eksperimen-eksperimen” yang dilakukan di dalam Laboratorium Kehidupan ini.
Selain Mahasiswa sebagai subjek penting dalam
kehidupan kampus, para pembimbing mahasiswa (dalam hal ini dosen) juga memiliki
peran penting dalam pembentukan calon-calon individu yang kedepannya akan masuk
ke dalam ruang lingkup baru bernama masyarakat. Kedewasaan yang telah
terbentuk, pengalaman yang telah dilalui, koneksi yang dimiliki, dan
kelebihan-kelebihan lain yang dimiliki oleh dosen seharusnya bisa dijadikan
bahan pelajaran yang begitu berharga untuk mahasiswa. Namun bukanlah hal yang
aneh ketika dosen juga melakukan bentuk kesalahan. Keterbukaan dosen untuk
mendapat kritik dari berbagai pihak termasuk mahasiswa menjadi hal yang penting
dalam bentuk perbaikan diri. Mahasiswa bukanlah anak kecil yang bahkan belum
mampu berbicara lantang dan dosen bukanlah dewa tanpa cacat yang sempurna dari
segala sisi. Keterbukaan dan kesamarataan harus diadakan di setiap lini
kehidupan kampus.
Kami harus bagaimana?
Tak ubahnya manusia yang penuh dengan kesalahan,
apalagi dengan terbatasnya ilmu serta pengalaman yang dimiliki, mahasiswa pasti
melakukan berbagai kesalahan. Tak berbeda dengan dosen yang pasti juga pernah
melakukan kesalahan. Bentuk-bentuk keterbukaan dan persamaan haruslah diadakan
dalam berbagai keadaan, agar segala macam kritik dan saran tidak ditutup
alirannya, yang juga akan membangun perbaikan dari kedua belah pihak.
Bentuk-bentuk pembelajaran yang ada dalam berbagai masalah menjadi satu bukti
nyata bagaimana dinamisasi kehidupan kampus dapat membentuk kedewasaan dari
kedua belah pihak. Namun bilamana ada salah satu pihak yang merasa jauh lebih
kuat dan tidak mau bersikap terbuka terhadap kritik, telah terjadi masalah yang
cukup berat di situ. Apalagi jika memang sudah tidak mau berada dalam kedudukan
yang sama. Harus ada bentuk “perlawanan” yang terjadi untuk memperbaiki keadaan
yang salah tersebut.
Mahasiswa bukanlah binatang yang tak bisa berpikir dan
dosen bukanlah dewa tanpa cacat, ruang kritik dan saran harus terbuka selebar
mungkin dari kedua belah pihak. Dengan begitu kehidupan kampus yang sehat serta
eksperimen-eksperimen dalam laboratorium kehidupan, dapat berjalan dengan baik
dan lancar. Namun bagaimana ceritanya bila salah satu pihak sudah merasa jauh
lebih hebat. Dengan kekuasaan dan segala macam kelebihannya bisa seenaknya
mengatur semua hal. Bagaimana ceritanya bila salah satu pihak sudah direndahkan
serendah-rendahnya. Dengan sadar menempatkan posisi pihak lain ditelapak kaki
yang sedang mengangkang. Lantas harus bagaimana?
Pembelajaran ?
Berbagai cara dilakukan dosen untuk menjadikan
seorang mahasiswa siap untuk diterjunkan dalam lingkup masyarakat. Pembelajaran
dalam kelas, bentuk-bentuk nasehat, pelatihan-pelatihan, dan hal-hal lain yang
sengaja dihadirkan untuk menjadikan mahasiswa siap untuk turut andil dalam
memperbaiki kondisi masyarakat. Semua itu sudah menjadi kewajiban yang
dibebankan kepada dosen untuk mahasiswanya. Namun bagaimana sebaliknya?
Secara jelas bahwa bentuk-bentuk ancaman bukanlah
suatu pembelajaran yang baik untuk bisa disampaikan. Malahan, bentuk ancaman
yang dilayangkan pada seseorang dapat menjadi satu turunan yang semakin meluas
dan tidak pernah terputus. Metode ancaman akan menjadi cara ampuh yang dapat
dilakukan untuk memenangkan suatu argumen, terlebih lagi dengan posisi yang
tidak sama tinggi. Permainan kekuasaan yang dilakukan dengan menutup semua
pintu kritik yang masuk juga bukanlah suatu bentuk pembelajaran yang layak
diberikan. Pembungkaman suara, penolakan usul, penutupan ruang kritik baik
secara halus maupun tidak sudah bukan lagi menjadi sarana pembelajaran yang
seharusnya saling diberikan antar dua pihak yang berada di ruang lingkup
pendidikan. Pemberian sanksi tanpa alasan yang kuat, pengekangan kebebasan
berkespresi, perlakuan yang kurang layak, bentuk-bentuk ancaman dari berbagai
sisi, menjadi satu kecacatan yang bilamana telah terjadi dalam institusi
pendidikan. Hal-hal ini secara mutlak harus dijauhkan dari ruang lingkup
kampus, khususnya hubungan dosen dan mahasiswa.
Lalu ?
Sangatlah disayangkan bila kejadian-kejadian yang
sama sekali tidak memberikan pelajaran yang baik untuk berkehidupan di
masyarakat terus terjadi, bahkan di ruang lingkup perguruan tinggi. Dosen
sebagai pengajar dan mahasiswa sebagai objek ajar harus memiliki keseimbangan
dalam berkehidupan di ruang lingkup kampus. Keterbukaan serta kesamarataan
sangat diharapkan terjadi. Lalu bagaimana bila semua ini tidak terjadi? Kembali
lagi kepada kalian sebagai penghuni Laboratorium Kehidupan. Apakah sebuah
perbaikan akan terwujud, atau mungkin kalian sudah nyaman dengan keadaan
seperti sekarang.
0 komentar