Terbuka dan Sama Rata Katamu?

“Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan per...


“Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.”
Peraturan Kemendikbud RI Nomor 155/U/1998 Pasal 2
Dalam tatanan perguruan tinggi, mahasiswa menjadi salah satu organ yang penting untuk keberlangsungan kegiatan dalam lingkup perguruan tinggi tersebut. Dinamika yang terjadi dalam ruang lingkup kampus sangat besar adanya peranan mahasiswa di dalamnya. Intelektualitas yang dimiliki insan-insan terpilih ini menjadikan kampus sebagai Laboratorium Kehidupan yang menjadikan segala kegiatan yang terjadi di dalamnya akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Bentuk pendewasaan dan pembentukan moral mutlak terjadi dalam proses “eksperimen-eksperimen” yang dilakukan di dalam Laboratorium Kehidupan ini.
Selain Mahasiswa sebagai subjek penting dalam kehidupan kampus, para pembimbing mahasiswa (dalam hal ini dosen) juga memiliki peran penting dalam pembentukan calon-calon individu yang kedepannya akan masuk ke dalam ruang lingkup baru bernama masyarakat. Kedewasaan yang telah terbentuk, pengalaman yang telah dilalui, koneksi yang dimiliki, dan kelebihan-kelebihan lain yang dimiliki oleh dosen seharusnya bisa dijadikan bahan pelajaran yang begitu berharga untuk mahasiswa. Namun bukanlah hal yang aneh ketika dosen juga melakukan bentuk kesalahan. Keterbukaan dosen untuk mendapat kritik dari berbagai pihak termasuk mahasiswa menjadi hal yang penting dalam bentuk perbaikan diri. Mahasiswa bukanlah anak kecil yang bahkan belum mampu berbicara lantang dan dosen bukanlah dewa tanpa cacat yang sempurna dari segala sisi. Keterbukaan dan kesamarataan harus diadakan di setiap lini kehidupan kampus.
Kami harus bagaimana?
Tak ubahnya manusia yang penuh dengan kesalahan, apalagi dengan terbatasnya ilmu serta pengalaman yang dimiliki, mahasiswa pasti melakukan berbagai kesalahan. Tak berbeda dengan dosen yang pasti juga pernah melakukan kesalahan. Bentuk-bentuk keterbukaan dan persamaan haruslah diadakan dalam berbagai keadaan, agar segala macam kritik dan saran tidak ditutup alirannya, yang juga akan membangun perbaikan dari kedua belah pihak. Bentuk-bentuk pembelajaran yang ada dalam berbagai masalah menjadi satu bukti nyata bagaimana dinamisasi kehidupan kampus dapat membentuk kedewasaan dari kedua belah pihak. Namun bilamana ada salah satu pihak yang merasa jauh lebih kuat dan tidak mau bersikap terbuka terhadap kritik, telah terjadi masalah yang cukup berat di situ. Apalagi jika memang sudah tidak mau berada dalam kedudukan yang sama. Harus ada bentuk “perlawanan” yang terjadi untuk memperbaiki keadaan yang salah tersebut.
Mahasiswa bukanlah binatang yang tak bisa berpikir dan dosen bukanlah dewa tanpa cacat, ruang kritik dan saran harus terbuka selebar mungkin dari kedua belah pihak. Dengan begitu kehidupan kampus yang sehat serta eksperimen-eksperimen dalam laboratorium kehidupan, dapat berjalan dengan baik dan lancar. Namun bagaimana ceritanya bila salah satu pihak sudah merasa jauh lebih hebat. Dengan kekuasaan dan segala macam kelebihannya bisa seenaknya mengatur semua hal. Bagaimana ceritanya bila salah satu pihak sudah direndahkan serendah-rendahnya. Dengan sadar menempatkan posisi pihak lain ditelapak kaki yang sedang mengangkang. Lantas harus bagaimana?
Pembelajaran ?
Berbagai cara dilakukan dosen untuk menjadikan seorang mahasiswa siap untuk diterjunkan dalam lingkup masyarakat. Pembelajaran dalam kelas, bentuk-bentuk nasehat, pelatihan-pelatihan, dan hal-hal lain yang sengaja dihadirkan untuk menjadikan mahasiswa siap untuk turut andil dalam memperbaiki kondisi masyarakat. Semua itu sudah menjadi kewajiban yang dibebankan kepada dosen untuk mahasiswanya. Namun bagaimana sebaliknya?
Secara jelas bahwa bentuk-bentuk ancaman bukanlah suatu pembelajaran yang baik untuk bisa disampaikan. Malahan, bentuk ancaman yang dilayangkan pada seseorang dapat menjadi satu turunan yang semakin meluas dan tidak pernah terputus. Metode ancaman akan menjadi cara ampuh yang dapat dilakukan untuk memenangkan suatu argumen, terlebih lagi dengan posisi yang tidak sama tinggi. Permainan kekuasaan yang dilakukan dengan menutup semua pintu kritik yang masuk juga bukanlah suatu bentuk pembelajaran yang layak diberikan. Pembungkaman suara, penolakan usul, penutupan ruang kritik baik secara halus maupun tidak sudah bukan lagi menjadi sarana pembelajaran yang seharusnya saling diberikan antar dua pihak yang berada di ruang lingkup pendidikan. Pemberian sanksi tanpa alasan yang kuat, pengekangan kebebasan berkespresi, perlakuan yang kurang layak, bentuk-bentuk ancaman dari berbagai sisi, menjadi satu kecacatan yang bilamana telah terjadi dalam institusi pendidikan. Hal-hal ini secara mutlak harus dijauhkan dari ruang lingkup kampus, khususnya hubungan dosen dan mahasiswa.
Lalu ?
Sangatlah disayangkan bila kejadian-kejadian yang sama sekali tidak memberikan pelajaran yang baik untuk berkehidupan di masyarakat terus terjadi, bahkan di ruang lingkup perguruan tinggi. Dosen sebagai pengajar dan mahasiswa sebagai objek ajar harus memiliki keseimbangan dalam berkehidupan di ruang lingkup kampus. Keterbukaan serta kesamarataan sangat diharapkan terjadi. Lalu bagaimana bila semua ini tidak terjadi? Kembali lagi kepada kalian sebagai penghuni Laboratorium Kehidupan. Apakah sebuah perbaikan akan terwujud, atau mungkin kalian sudah nyaman dengan keadaan seperti sekarang.

You Might Also Like

0 komentar