Patung dan Lantai
05:36:00
Dari bawah ada lantai, yang juga terbuat dari
marmer. Dari bahan yang sama, bahkan diambil dari tempat yang sama dengan si
patung, namun mereka kini ada pada posisi yang berbeda.
“Hai patung, betapa beruntungnya kau saat ini. Di pameran
ini kau bintang utamanya. Di puja oleh semua pengunjung, semua orang berebut
berfoto denganmu, kau dijaga dari segala sisi hanya agar tidak ada orang yang
menyentuhmu.” Kata si Lantai
“Terima kasih lantai. Aku pun senang dengan posisi
ku saat ini. Dilindungi dari segala sisi, dijaga dengan teknologi tercanggih,
senantiasa dibersihkan setiap saat.” Jawab Patung
“Jauh berbeda dengan ku. Kita sama-sama terbuat dari
marmer, namun apa? Kau di atas sana dengan hiasan-hiasan indah sedangkan aku di
bawah sini terinjak-injak kaki para pengunjung. Kau tahu tidak semua sepatu
mereka bersih dan wangi, kebanyakan kotor bekas tanah lapang. Itu yang kuhadapi
selama pameran ini.” Keluh Lantai
Mereka berbicara satu sama lain. Lantai mengeluh
dengan kondisinya dan membanding-bandingkan dengan Patung yang nyaman di atas
etalase berfoto bersama para pengunjung.
***
Dulu sekali para penggali batu sibuk bekerja di
sungai untuk mengambil batu yang baru mereka temukan. Batu-batu marmer yang
sangat berharga untuk diolah menjadi barang-barang yang bernilai jual tinggi. Dengan
segera mereka bekerja untuk mengangkut batu-batu tersebut dari sungai.
Setelah digali kemudian diangkut menggunakan truk ke
tempat pengolahan. Di sana ada Pak Hasan, ahli batu marmer yang bisa mengolah
marmer menjadi berbagai macam olahan. Patung, mangkuk, piring, lukisan, hingga
lantai dapat dia olah dengan baik.
Setelah diterima dari para penggali Pak Hasan kemudian
bersegera untuk bekerja. Sebelumnya ia menanyakan kepada batu-batu marmer jadi
seperti apa yang mereka ingin. Apakah patung, mangkuk, piring, lantai atau
semacamnya. Ini yang jadi perbedaan Pak Hasan dengan yang lain, dia selalu
menanyakan kepada batu-batunya ingin jadi apa mereka. Agar batu-batu tersebut
bisa membayangkan jadi apa mereka dan seperti apa mereka akan diolah. Tentu dengan
berbagai konsekuensi yang akan mereka dapat.
Dari semua itu, patung lah yang paling indah, dengan
ornamen-ornamen khusus dan detil-detil serta perlakuan khusus, patung menjadi
olahan yang paling tingga harga jualnya. Berbalik dengan lantai, dia adalah
olahan yang paling banyak dibuat, selain karena banyak dibutuhkan, harganya yang
paling murah dan tidak terlalu sulit untuk membuatnya.
Patung dengan segala kelebihannya adalah bentuk yang
paling sulit untuk dibuat, berbagai proses dan perlakuan dari perajinnya akan
menyiksa batu-batu yang memilih untuk menjadi patung nantinya. Tidak hanya
siksa, waktu yang lama dengan berkali-kali ditempa, dikikir, diukir, dipalu,
dan berbagai macam prosesnya akan memaksa batu-batu itu tidak hanya meringis
bahkan teriak dalam prosesnya. Tak sedikit yang kandas ditengah jalan saat
prosesnya dan berbalik ingin menjadi bentuk lain. Sangat sedikit patung yang
selesai hingga akhir proses.
Berbeda dengan lantai. Lantai adalah pengerjaan
marmer dengan proses tidak sesulit patung. Mereka tidak perlu meringis dan
berteriak dalam prosesnya, bahkan dengan tertawa pun batu-batu tersebut dapat
melewati proses yang dilakukan oleh perajin. Begitu banyak lantai yang dihasilkan
oleh perajin karena memang banyak dibutuhkan dengan harga yang lebih murah
dibanding olahan marmer yang lain.
***
“Bukankah itu pilihanmu, Lantai? Dulu kau yang
bilang tak akan sanggup menghadapi kerasnya tempaan para perajin marmer. Kau pilih
menjadi lantai yang katamu bahkan dengan tertawa pun kau sanggup menjadi
lantai. Berbeda denganku, ketika kau telah menjadi lantai dan laku terjual, aku
masih harus menempuh bulan-bulan yang menyakitkan. Tak sedikit peluh dan air
mata yang kukeluarkan. Ketika kau sudah berpindah tangan kepada pembeli, aku
masih harus berhadapan dengan kikir dan palu-palu perajin, kuyakin kau paham
itu.” Patung menjawab.
“Ya aku mengerti, tetapi jika akhirnya aku menjadi
yang terinjak-injak di bawah sini, sedangkan kau indah di atas sana, aku lebih
memilih menjadi patung saja.” Keluh Lantai.
“Percuma saja Lantai, itu pilihanmu sejak awal,
menghindari tempaan para pengrajin. Kau yang bilang sendiri ingin cepat keluar
dari bengel Pak Hasan, katamu kau tidak nyaman di sana dan ingin segera ke
tangan pembeli. Kini keluhanmu sudah tidak berarti lagi.” Patung menimpali
“Ya aku menyesal sekarang.” Lantai membalas
Pameran tersebut berlansung dengan sangat meriah. Pengunjung
dari berbagai negeri datang untuk menyaksikan pameran tersebut. Patunglah yang
menjadi bintang dalam pameran itu, bahkan mendapat penghargaan sebagai karya
seni terbaik tahun ini. Itu semua bukan hal yang didapat secara cuma-cuma, ada
proses keras sebelumnya yang tidak banyak orang yang mengetahuinya.
Lantai tetap saja mengeluh di bawah. Terinjak-injak
para pengunjung tanpa bisa berbuat apa-apa. Kata-kata yang dia keluarkan
sekarang tidak akan berpengaruh apa-apa, keluhan dan penyesalan yang dia katakana
hanya menjadi sebuah keluhan belaka, tidak ada sesuatu pun yang berubah. Semua
sudah terlambat, penyesalan selalu ada di akhir cerita.
4 September 2016
4 September 2016
0 komentar