Patung dan Lantai

Ada sebuah pameran yang diselenggarakan dalam sebuah ruang mewah. Terdapat berbagai macam karya seni di sana, dan patung dari marmer adal...

Ada sebuah pameran yang diselenggarakan dalam sebuah ruang mewah. Terdapat berbagai macam karya seni di sana, dan patung dari marmer adalah hal yang paling baik di sana. Semua orang terkagum padanya dan berebut untuk berfoto bersama patung marmer. Bukan main indahnya patung marmer ini, bentuknya indah, dari segala sisi tidak terlihat cacat sedikitpun. Beruntung sekali patung dari marmer ini.
Dari bawah ada lantai, yang juga terbuat dari marmer. Dari bahan yang sama, bahkan diambil dari tempat yang sama dengan si patung, namun mereka kini ada pada posisi yang berbeda.
“Hai patung, betapa beruntungnya kau saat ini. Di pameran ini kau bintang utamanya. Di puja oleh semua pengunjung, semua orang berebut berfoto denganmu, kau dijaga dari segala sisi hanya agar tidak ada orang yang menyentuhmu.” Kata si Lantai
“Terima kasih lantai. Aku pun senang dengan posisi ku saat ini. Dilindungi dari segala sisi, dijaga dengan teknologi tercanggih, senantiasa dibersihkan setiap saat.” Jawab Patung
“Jauh berbeda dengan ku. Kita sama-sama terbuat dari marmer, namun apa? Kau di atas sana dengan hiasan-hiasan indah sedangkan aku di bawah sini terinjak-injak kaki para pengunjung. Kau tahu tidak semua sepatu mereka bersih dan wangi, kebanyakan kotor bekas tanah lapang. Itu yang kuhadapi selama pameran ini.” Keluh Lantai
Mereka berbicara satu sama lain. Lantai mengeluh dengan kondisinya dan membanding-bandingkan dengan Patung yang nyaman di atas etalase berfoto bersama para pengunjung.
***
Dulu sekali para penggali batu sibuk bekerja di sungai untuk mengambil batu yang baru mereka temukan. Batu-batu marmer yang sangat berharga untuk diolah menjadi barang-barang yang bernilai jual tinggi. Dengan segera mereka bekerja untuk mengangkut batu-batu tersebut dari sungai.
Setelah digali kemudian diangkut menggunakan truk ke tempat pengolahan. Di sana ada Pak Hasan, ahli batu marmer yang bisa mengolah marmer menjadi berbagai macam olahan. Patung, mangkuk, piring, lukisan, hingga lantai dapat dia olah dengan baik.
Setelah diterima dari para penggali Pak Hasan kemudian bersegera untuk bekerja. Sebelumnya ia menanyakan kepada batu-batu marmer jadi seperti apa yang mereka ingin. Apakah patung, mangkuk, piring, lantai atau semacamnya. Ini yang jadi perbedaan Pak Hasan dengan yang lain, dia selalu menanyakan kepada batu-batunya ingin jadi apa mereka. Agar batu-batu tersebut bisa membayangkan jadi apa mereka dan seperti apa mereka akan diolah. Tentu dengan berbagai konsekuensi yang akan mereka dapat.
Dari semua itu, patung lah yang paling indah, dengan ornamen-ornamen khusus dan detil-detil serta perlakuan khusus, patung menjadi olahan yang paling tingga harga jualnya. Berbalik dengan lantai, dia adalah olahan yang paling banyak dibuat, selain karena banyak dibutuhkan, harganya yang paling murah dan tidak terlalu sulit untuk membuatnya.
Patung dengan segala kelebihannya adalah bentuk yang paling sulit untuk dibuat, berbagai proses dan perlakuan dari perajinnya akan menyiksa batu-batu yang memilih untuk menjadi patung nantinya. Tidak hanya siksa, waktu yang lama dengan berkali-kali ditempa, dikikir, diukir, dipalu, dan berbagai macam prosesnya akan memaksa batu-batu itu tidak hanya meringis bahkan teriak dalam prosesnya. Tak sedikit yang kandas ditengah jalan saat prosesnya dan berbalik ingin menjadi bentuk lain. Sangat sedikit patung yang selesai hingga akhir proses.
Berbeda dengan lantai. Lantai adalah pengerjaan marmer dengan proses tidak sesulit patung. Mereka tidak perlu meringis dan berteriak dalam prosesnya, bahkan dengan tertawa pun batu-batu tersebut dapat melewati proses yang dilakukan oleh perajin. Begitu banyak lantai yang dihasilkan oleh perajin karena memang banyak dibutuhkan dengan harga yang lebih murah dibanding olahan marmer yang lain.
***
“Bukankah itu pilihanmu, Lantai? Dulu kau yang bilang tak akan sanggup menghadapi kerasnya tempaan para perajin marmer. Kau pilih menjadi lantai yang katamu bahkan dengan tertawa pun kau sanggup menjadi lantai. Berbeda denganku, ketika kau telah menjadi lantai dan laku terjual, aku masih harus menempuh bulan-bulan yang menyakitkan. Tak sedikit peluh dan air mata yang kukeluarkan. Ketika kau sudah berpindah tangan kepada pembeli, aku masih harus berhadapan dengan kikir dan palu-palu perajin, kuyakin kau paham itu.” Patung menjawab.
“Ya aku mengerti, tetapi jika akhirnya aku menjadi yang terinjak-injak di bawah sini, sedangkan kau indah di atas sana, aku lebih memilih menjadi patung saja.” Keluh Lantai.
“Percuma saja Lantai, itu pilihanmu sejak awal, menghindari tempaan para pengrajin. Kau yang bilang sendiri ingin cepat keluar dari bengel Pak Hasan, katamu kau tidak nyaman di sana dan ingin segera ke tangan pembeli. Kini keluhanmu sudah tidak berarti lagi.” Patung menimpali
“Ya aku menyesal sekarang.” Lantai membalas
Pameran tersebut berlansung dengan sangat meriah. Pengunjung dari berbagai negeri datang untuk menyaksikan pameran tersebut. Patunglah yang menjadi bintang dalam pameran itu, bahkan mendapat penghargaan sebagai karya seni terbaik tahun ini. Itu semua bukan hal yang didapat secara cuma-cuma, ada proses keras sebelumnya yang tidak banyak orang yang mengetahuinya.

Lantai tetap saja mengeluh di bawah. Terinjak-injak para pengunjung tanpa bisa berbuat apa-apa. Kata-kata yang dia keluarkan sekarang tidak akan berpengaruh apa-apa, keluhan dan penyesalan yang dia katakana hanya menjadi sebuah keluhan belaka, tidak ada sesuatu pun yang berubah. Semua sudah terlambat, penyesalan selalu ada di akhir cerita.

4 September 2016

You Might Also Like

0 komentar